Ilmu ekonomi dan psikologi
Kedekatan kedua disiplin kali ini cukup mendapat perhatian dengan munculnya pendekatan behavioral economics dan lalu behavioral finance. Agak mirip dengan biologi evolusioner, ilmu psikologi menemukan bahwa manusia tidak senantiasa bertindak rasional. Seperti yang pernah saya singgung sebelumnya di laman yang lain, salah satu ciri manusia adalah inertia atau kelembaman. Salah satu penerapannya dalam ilmu ekonomi adalah pengikutsertaan jaminan sosial secara otomatis. Studi menunjukkan kalau tingkat partisipasi sebuah program akan lebih tinggi jika seseorang secara otomatis terdaftar (tentunya juga diberi opsi keluar) daripada jika seseorang itu diberi pilihan di awal apakah akan mendaftar masuk atau tidak. Selain itu dalam ilmu pemasaran tentu pendekatan keperilakuan sudah mendapat perhatian yang cukup lama.
Ilmu ekonomi dan sejarah
Studi sejarah terkait ekonomi kini sudah melewati batas-batas tradisional dimana kajian tidak terbatas pada menginvestigasi kejadian-kejadian masa lampau. Jika dalam kuliah sejarah pemikiran ekonomi kita hanya dikenalkan dengan tokoh-tokoh lampau, perkawinan ekonomi dan sejarah kini sudah mencoba menggunakan metodologi ekonomi untuk menganalisis kejadian masa lampau. Contoh: bagaimana game theory bisa membantu menjelaskan kebingungan yang terjadi pasca Perjanjian Versailles yang berakhir bencana (Perang Dunia II). Contoh lain seperti yang pernah saya tulis di blog ini juga tentang hubungan kolonialisme masa lampau dengan perekonomian saat ini.
Ilmu ekonomi dan politik
Juga sangat erat berkaitan dengan sejarah, political economics kini makin mendapat perhatian ekonom. Selain kajian teoritis seperti yang saya tulis beberapa waktu lalu, studi ini juga berkembang seiring makin disadarinya practicality dari konsep-konsep ekonomi, bagaimana resep-resep ekonomi bisa diterima dan diperjuangkan secara politik. Lagi-lagi, studi politik kini didekati dengan metodologi khas ekonomi seperti konsep kelangkaan, imperfect information, animal behavior, game theory, dan sebagainya. Berbagai indeks terkait politik dan demokrasi (seperti POLITY index) pun sudah banyak diadopsi dalam studi ekonomi politik.
Ilmu ekonomi dan filsafat
Tak kalah penting dari beragam cabang ilmu di atas, filsafat juga sangat mempengaruhi sejarah pemikiran ekonomi. Saya bukan orang yang ahli dalam per-filsafat-an, namun setahu saya sejarah pemikiran ekonomi sangat beragam dan melahirkan kaum klasik-kapitalis, Marxis hingga yang altruis. Studi pembangunan dan mikroekonomi juga mempelajari filsafat keadilan Rawls yang seakan mempertentangkan dua konsep ekonomi dimana yang satu menyatakan bahwa barang mesti dialokasikan ke orang yang menghargainya paling tinggi (konsep efisiensi) sementara konsep lain menyatakan bahwa kebijakan realokasi sumber daya harus bias ke pemerataan pendapatan (weak equity preference).
Terakhir, tak perlu saya ingatkan bahwa Bapak Ilmu Ekonomi, Adam Smith, mengarang buku berjudul Theory of Moral Sentiments.
Ilmu ekonomi dan yang lainnya
Tak lengkap rasanya jika dalam catatan kali ini saya tidak memasukkan beberapa upaya menggabungkan studi ekonomi dengan cabang lain. Studi ekonomi Islam, misalnya, kini mulai bergairah dan uniknya yang menjadi pusat kajian justru terletak di negara non-muslim (Inggris).
Selain itu, perkembangan teknologi komputasi menjadikan segala perhitungan yang jika dulu mesti dilakukan dalam waktu lama, seperti kalibrasi model real business cycle dan sistem computable general equilibrium (CGE) misalnya, kini bisa dilakukan sepersekian detik dengan software Matlab. Ilmu hukum dan ekonomi juga layak mendapat tempat, di Indonesia kajian tentang konstitusi dan ekonomi seperti yang dilakukan Jimly Asshiddiqie misalnya, patut mendapat perhatian khusus.
Sebuah pengingat
Sekedar menutup uraian singkat ini saya hanya ingin menekankan beberapa hal:
- Ilmu ekonomi sudah berkembang jauh dari yang dibayangkan para pionir ilmu ini. Seperti teori expanding universe, ilmu ekonomi kini masih dan terus akan berkembang hingga ke ranah yang mungkin tak terbayang sebelumnya.
- Rasa-rasanya kurang tepat jika kita masih mengkotak-kotakkan "aliran" ilmu ekonomi terbatas pada Keynesian (dan variannya) dengan Neoklasik (dan variannya).
- Neoklasik sebenarnya merujuk pada metodologi, bukan semacam "-isme" tertentu.
- Perkawinan ilmu ekonomi dengan bermacam disiplin ilmu menunjukkan fleksibilitas dan luasnya cakupan ilmu yang bisa dieksploitasi menggunakan metodologi ekonomi standard neoklasik maupun lewat studi kualitatif/investigatif sejarah dan politik.
- Banyaknya asumsi dalam metodologi ini mesti dilihat secara proporsional: jika dalam menganalisis sebuah kasus kita menganggap asumsi rasionalitas tidak berlaku, ya jangan dipaksakan dipakai! Jika anda tidak percaya bahwa animal behavior tidak cocok dalam model yang sedang disusun, ya jangan pakai asumsi itu.
- Ilmu ekonomi tidak terbatas pada (seperti yang diajarkan waktu SMA dulu) "bagaimana mendapat keuntungan sebanyak-banyaknya dengan ongkos serendah-rendahnya."
Ilmu ekonomi sejatinya adalah ilmu tentang insentif
- Terakhir, pada akhirnya ilmu ekonomi memberi kita berbagai pilihan "kacamata" untuk melihat fenomena ekonomi, bagaimana kita melihat dunia tergantung pada "kacamata" mana yang kita pakai, yang kita yakini.
PS: poin terakhir di atas secara halus bisa digambarkan dengan adegan pada menit ke 2:50 dalam cuplikan film A Beautiful Mind (2001) berikut:
No comments:
Post a Comment