Kami tidak tahu perihal apa yang mereka ributkan pada suatu sidang di antara tanggal 19 Mei – 1 Juni 1945. Ingatan kami tidak pernah sampai pada peristiwa-peristiwa pada periode tersebut, entah karena kami yang malas mengingat atau memang tidak pernah ada yang mengingatkan kami. Konon pada rentang waktu itu, kata orang-orang tua, telah terjadi peristiwa penting yang kemudian menentukan arah perjalanan republik ini. Persetan, kami tidak ada urusan dengan sejarah republik yang penuh jelaga ini.
Wahai Bung Karno, Bung Hatta, Bung Yamin, Bung Tan, Bung Sjahrir, atau siapapun kalian yang dulu berkerut-pening mendebatkan ideologi, ketahuilah bahwa kami yang hidup hari ini, tidak ada urusan dengan yang namanya pancasila. Mengenang pun tidak, karena itu adalah pekerjaan bapak-ibu, atau oma-opa kami. Kami anak muda yang hidup sekarang tidak mau memusingkan diri dengan hal-hal rumit seperti ideologi, kepahlawanan, patriotisme.
Pancasila? Oke! karena anda memaksa, saya akan berterus-terang sedikit tentangnya. Bersamaan dengan masa puber pertama, kami berkenalan dengan pancasila. Tentu saja, kami mengesampingkannya dan lebih mengenal nama-nama gadis-gadis di sekolah urut dari yang paling cantik. Tapi jangan salah, kami sempat menghafal sila-sila pancasila, berikut amalan-amalannya. Sekali lagi, kami menghafalnya!. Tapi makin beranjak dewasa, jujur kami makin melupakan hafalan itu. Tentu saja, waktu kami habis untuk meniti cita-cita pendek kami. Yup, semacam punya rumah, mobil, tabungan, istri cantik, kalau bisa lebih dari satu.
Wahai Bung yang hidup di era revolusi nan gegap-gempita, mohon permakluman anda semua kalau kami yang hidup di hari ini tidak begitu mengenal apa itu pancasila. Anda semua pernah bilang kalau Pancasila adalah rumah bagi bangsa Indonesia yang beraneka-ragam, tapi di jaman kami, anda semua akan dianggap lebay oleh adik-adik kami. Bung semua, jujur saja kalau kami memang tidak lagi ngobrolin pancasila. Di café-café yang sejuk, kami lebih suka membicarakan gossip-gosip artis atau pejabat. Perlu Bung tahu, membicarakan pancasila di antara teman-teman sebaya hanya akan membuat kami dijauhi dan menjadi manusia asketis solitude yang merana. Bah!!, menyeramkan. Sekali lagi, pancasila gak bikin kami have fun go mad, Bung.
Perlu Bung tahu, orang-orang di jaman kami ini juga masih majemuk. Ada para pemuda yang berorganisasi, suka bergerombol tentunya. Mungkin mereka mengidolakan pancasila hingga nama organisasi mereka ada embel2 pancasila-nya. Mereka bahkan punya seragam, agak pinky, lucu juga, tapi kami tak begitu mengenal mereka karena mereka juga jarang mengajak kami bicara soal pancasila. Ada lagi sebagian pemuda yang bergerombol dan suka pakai surban. Mereka jarang bicara pancasila, tapi suka memerangi kemaksiatan. Ada juga anak-anak muda yang suka bergerombol, mereka kadang berteriak-teriak sepi tentang perjuangan. Barangkali mereka adalah orang-orang aneh semacam Bung. Kami tetap Bhineka tapi kami tidak saling kenal.
Meski dulu, persis hari ini 66 tahun lalu, Bung Karno dalam pidatonya yang mahsyur pernah bilang kalau “Kita hendak mendirikan suatu negara semua buat semua. Bukan buat satu orang, baik golongan bangsawan maupun golongan yang kaya, tetap semua buat semua”. Ketahuilah Bung, di jaman kami, memiliki uang banyak itu lebih penting daripada ilmu banyak. Dengan uang, Bung bisa jadi pejabat, bisa beli apapun, bahkan hukum sekalipun. Orang miskin? Kami masih peduli. Sesekali kami hadirkan mereka tiap kami ada perlu saja. Yah sedikit baju dan uang 50ribuan sudah cukup bikin mereka senang. Kami yang bertabur parfum ini enggan untuk tiap hari menghampiri mereka yang bauk dan biasa hidup di kolong-kolong jembatan atau bantaran-bantaran sungai ibukota.
Perlu Bung tahu, Republik yang Bung dirikan ini masih saja menjadi rumah bagi jutaan kaum miskin dan papa. Kami sering menghitung mereka dalam angka, tapi tak perlu diajak berunding perihal nasib. Makin besar angka mereka, makin mudah kami cari utang ke negeri atau lembaga pemberi utang. Tak perlu galak apalagi sampai mengusir para donor dengan bilang "go to hell with your aid". Ketahuilah Bung, kita butuh utang dari mereka untuk pembangunan.
Oya Bung, dengan segala kepayahan, kami masih sepakat dengan pancasila. Juga Pidato Bung di Sidang Umum PBB pada 30 September1960 yang isi dan judulnya begitu mahsyur “To Build the World Anew”, bagi kami yang hidup di jaman sekarang itu sungguh amat keren. Tidak usah tanya alasan dan menuntut banyak dari kami untuk membaca apalagi memahaminya. Tapi intinya kami sepakat saja dengan pancasila dan tidak mau memperumit lagi. Sekian dulu Bung, kami mau merayakan ultah pancasila bareng bro and sis kami. Tak lupa, tiap 1 Juni kami ucapkan selamat ulang tahun untuk pancasila, dan tahun ini genap yang ke 66. We wish you all the best.
courtesy gambar: thepenguinus.blogdetik.com
No comments:
Post a Comment