25 May 2011

Batas-batas ilmu ekonomi (part 1)

Terlepas dari deraan kritik--terutama akibat krisis keuangan global lalu--ilmu ekonomi kini telah menjangkau jauh dari yang mungkin dibayangkan para pionir ilmu sosial satu ini. Jika seratusan lalu Alfred Marshall, Leon Walras, Vilfredo Pareto, dan lain-lainnya mencoba menerapkan pendekatan fisika-matematika Newtonian (baca: deterministik), kini cucu-canggahnya menggunakan pendekatan biologi evolusioner hingga kedokteran untuk menjelaskan fenomena-fenomena ekonomi.

Dalam blog kali ini saya akan sedikit bercerita tentang perkembangan termutakhir (yang saya tahu tentunya) mengenai perkawinan ilmu ekonomi dengan berbagai disiplin ilmu lainnya.
Hmm...

Ilmu ekonomi dan matematika
Pembaca yang pernah menempuh studi atau mata kuliah ekonomi pasti bisa menduga perkawinan ini. Matematika, sebagai sebuah ilmu sains murni, memberi kemudahan dalam menganalisis fenomena ekonomi. Kemudahan ini ada banyak bentuknya: penalaran logika, topologi ruang, probabilita dan statistika, hingga yang kini sangat populer, teori permainan (game theory) yang dikembangkan oleh John F. Nash.
Prof. John F. Nash, Jr.
Tentu banyak orang yang merasa pusing dengan pendekatan matematika dalam ilmu ekonomi ini, tapi sejatinya pendekatan matematika ini mesti dilihat dari perspektif yang lebih luas. Jika kita melihat berbagai bentuk persamaan atau simbol matematika, pada dasarnya semua persamaan dan simbol itu tak lebih dari penyederhanaan permasalahan agar bisa mudah dianalisis:

Occam's Razor, makin sederhana makin baik. 

Nah yang jadi masalah adalah banyaknya penyederhanaan yang berlebihan. Bagaimana anda tahu penyederhanaan itu berlebihan? Jawaban singkatnya: coba ambil kuliah ekonomi tingkat lanjut dan anda akan melihat bagaimana asumsi-asumsi yang mendasari sebuah teori dipereteli satu-satu. Jawaban lainnya: ambil sebuah peta dan anda tahu kalau dunia itu bulat, jadi apakah peta (yang datar) itu bisa menjelaskan tentang geografi/dunia? Silakan jawab sendiri :)

Ilmu ekonomi dan biologi evolusioner
Teori evolusi Darwin kini bisa pula diterapkan dalam ilmu ekonomi, terutama dalam mikroekonomi, dan banyak dieksploitasi dalam game theory. Inti dari persinggungan ekonomi-biologi ini ada pada frase: "survival of the fittest." Salah satu keunikan dalam evolutionary game theory, sebagai salah satu bentuk penerapan ekonomi-biologi evolusioner, adalah rasionalitas tidak menjamin kebertahanan sebuah strategi. Artinya, ada semacam insting yang tertanam dalam DNA sebuah strategi yang mengalahkan nalar agar bisa bertahan hidup.
Evolusi
Facebook atau Twitter, misalnya, mereka bisa bertahan dalam persaingan jejaring sosial, sementara di sisi lain MySpace dan Friendster tenggelam. Jika ditelaah dari perspektif ekonomi-biologi evolusioner, kemampuan Facebook dan Twitter bertahan adalah karena strategi mereka yang lebih dominan dibandingkan strategi MySpace dan Friendster, padahal fakta menunjukkan bahwa kedua situs yang disebut terakhir lahir lebih awal (yang artinya punya keunggulan sebagai first time mover kalau dalam game theory).

Ilmu ekonomi dan kedokteran
Pergumulan ketiga terjadi di ranah ekonomi pembangunan dimana sejak beberapa tahun terakhir marak terjadi eksperimen lapangan untuk berbagai kebijakan ekonomi. Salah satu contohnya adalah program deworming (pengobatan anti cacingan) di Kenya dimana ada tiga kelompok yang mendapat perlakuan khusus: tiap kelompok mendapat giliran berbeda untuk mendapat pengobatan ini. Peneliti lalu membandingkan kelompok yang mendapat pengobatan dengan yang tidak (baca: belum) dengan melihat berbagai indikator kesehatan dan pendidikan, mirip seperti eksperimen acak di kedokteran dimana ada treatment group dan control group.
Eksperimen di Afrika
Pendekatan ini mencoba memberi alternatif atas kritik yang mengatakan bahwa banyak program pembangunan tidak tepat sasaran dengan mengidentifikasi secara objektif program mana yang sukses dan mana yang gagal.

Ilmu ekonomi dan fisika
Walaupun ilmu fisika sudah coba digabungkan sejak satu dua abad lalu dalam ilmu ekonomi, namun masih terbatas pada perkembangan "fisika abad lalu". Misalnya penggambaran supply-demand yang masih topologi dua dimensi dan fungsi persamaan OLS yang linier, padahal fisika abad ini sudah berkembang dari teori inti atom hingga teori kuantum. Kini ekonofisika lahir kembali dengan menggabungkan data-data ekonomi dengan perkembangan fisika termutakhir. Ekonomi pasar keuangan menjadi lahan basah disini karena melimpahnya data. Bagi yang tertarik bisa membaca laman Prof Yohanes Surya yang turut terlibat pula dalam perkembangan ekonofisika ini.

Tak hanya ilmu sains yang mempengaruhi ilmu ekonomi, jauh sebelumnya ilmu-ilmu sosial lainnya lebih dulu mempengaruhi fundamental ilmu ini. Namun karena kecenderungan ilmu ekonomi modern yang kuantitatif dan condong ke positive science, pendekatan sosial kini sering hanya menjadi "bahan kuliah pilihan" di banyak universitas. Dalam blog berikutnya saya akan coba membahas perkawinan ilmu ekonomi dengan ilmu-ilmu sosial lainnya. Keep in touch.

2 comments:

Dharendra said...

Great work. The only thing remains is that Economics has no frontier, as other subject may do so.

Wondering if Economics can be mixed with "Kejawen"?

Kejawenomics, anyone??

anta said...

Setuju dengan mas dharen, kayaknya judul batas-batas kurang cocok, karena isinya lebih ke pembauran atau persilangan, perkawinan atau bahkan malah perselingkuhan..