15 May 2011

Opium Economy

“Opium economy?? Seriusan nih, ada Negara yg menghalalkan opium jd salah satu sector ekonominya?” Jujur…ini adalah salah satu pertanyaan saya ketika akan berangkat ke Afghanistan April lalu. Persiapan yg selama ini saya siapkan hanyalah bagaimana menghadapi situasi konflik (ktk sampai, memang hampir semua penduduk yg mampu memiliki senjata api, remaja menenteng AK47 pun hal yg wajar).


Fakta ekonomi Opium
Mari kita mulai dengan fakta-fakta yg ada di Afghanistan. Sebagai Negara penghasil opium terbesar di dunia, perekonomian Afghanistan sangat tergantung pada produksi opium. Laporan UNODC mengklaim bahwa produksi opium tahun 2004 menyumbang 52% dari total GDP Negara ini. Bahkan Hamid Karzai selaku presiden pun memberikan proteksi atas produksi opium setelah era kejatuhan Taliban di Kabul (hehe percayalah..). Tapi tentu saja, ketika kita melihat data ekonomi makronya, kita ga akan menemukan pertanian opium sbg bagian dari sektornya. Yg ada adalah ilegal economy dan ini jg jarang terungkap.



Lantas, apa yg menjadikan opium sbg tanaman favorit dibandingkan dg tanaman lain di Negara ini? Tentu saja harga. Sekarang coba bayangkan, ketika kalian dihadapkan pada potensial keuntungan sebesar $4.622 per hektar vs $266 per hektar, mana yg akan kalian pilih? Sbg homo economicus, pasti kita akan memilih alternative yg akan memberikan keuntungan yg tertinggi (dlm hal ini opium).

Opium sendiri memiliki operational cost yg jauh lebih murah dibandingkan dg jenis tanaman lain krn tahan cuaca yg sangat kering (sgt cocok utk Negara semacam Afghan) dan kurangnya saluran irigasi. Nah satu keuntungan yg bakal didapat dari menanam tanaman ini adalah harga jual opium basah dan kering yg sangat jauh berbeda. Di tahun 2010, nilai jual opium basah hanya sebesar $48/kg, tetapi ketika dijual dalam kondisi kering, nilai jualnya mencapai $727/kg atau 15 kali lipat lebih tinggi. Tertarik untuk menanam opium???? Hehehe tunggu dulu…

Permasalahannya adalah dari total pendapatan ini, petani hanya mendapatkan bagian 20% saja, sedangkan selebihnya dinikmati oleh penyelundup atau produsen heroin yg memberikan nilai manfaat tambahan atas produk opium. Nilai heroin (produk akhir opium) di Amerika mencapai $3000 utk grosir dan $16000 per kg utk eceran. Jadi masih tertarik utk menanam??

Prospek opium?

Lantas, apakah pertanian opium ini akan bertahan lama? Menurut saya, ini mungkin saja terjadi. Ingat, Afghanistan adalah Negara yg bisa dikatakan hancur total setelah Taliban berusaha menguasai Negara ini di tahun 1997. Hancur dari sisi infrastruktur, keamanan, politik, hingga sisi social. Invasi Amerika dan sekutunya sejak tahun 2001 utk mengusir Afghanistan memang berhasil.

Semenjak kejatuhan Taliban di Kabul (ibu kota Afghanistan), donor dari berbagai Negara berlomba-lomba masuk ke dalam Negara ini. Sekarang coba renungkan, lebih dari 95% pengeluaran public didanai oleh donor. Bandingkan dengan Indonesia yg tidak sampai 3% - itupun LSM dan mahasiswa sudah berkoar-koar pemerintah Indonesia adalah antek neolib. hehe ngelantur sampe ke Indonesia... :p




Balik lg ke Afghanistan, untuk mendanai keamanan sendiri, Negara ini harus menguras lebh dari setengah anggarannya, dan hanya menyisakan ruang sempit utk kebijakan lainnya (lack of fiscal space). Nah…makin parahnya, ada isu bahwa di tahun 2014, para donor ini akan cabut dari Negara ini. Ada yg janggal??
Ok, ketika 95% pengeluaran public didanai oleh donor, otomatis anggaran afghan hanya mampu mencover 5% dari total pengeluaran. Nah ketika 95% sumber dana ini cabut dari Afghanistan…apa yg akan terjadi?? Runtuhnya perekonomian…

Solusi?? Opium economy

Bisa jadi, penanaman opium akan menjadi salah satu solusi penting dari runtuhnya perekonomian Afghanistan pasca perginya para donor. Kenapa tidak? Sekarangpun presiden Karzai masih memberikan proteksinya agar para petani tetap menanam opium. Bukan tidak mungkin, jumlah petani opium yg saat ini hanya 10% dari populasi bisa meningkat jauh..

1 comment:

Dharendra said...

Nice take dab! Better for Afghanis to do their marijuana business, after what we've seen with Somalis thugs in Arab sea. No much options left though.