Meramal dengan Ilmu Ekonomi (Bagian Pertama)
Salah satu kegunaan ilmu ekonomi selain menganalisis dan menjelaskan peristiwa ekonomi adalah memberikan informasi mengenai kejadian yang mungkin terjadi di masa depan. Dalam istilah statistik disebut forecasting. Berbagai istilah lain seperti prediksi, prakiraan, simulasi, estimasi, dan peramalan dipergunakan dengan makna yang kurang lebih sama. Forecasting memiliki peran penting tidak hanya dalam ilmu ekonomi saja melainkan juga dalam disiplin ilmu yang lain misalnya untuk peramalan cuaca/meteorologi, populasi penduduk, peternakan, dan kegunaan strategis lainnya. Salah satu yang cukup terkenal adalah metode quick count untuk meramal hasil akhir pemilihan umum yang cukup populer di media massa.
Untuk melakukan forecasting, ekonom menyimulasikan suatu fenomena ke dalam bentuk persamaan matematis dan menyusun model ekonometrik yang mempunyai tujuan utama untuk menguji (atau membuktikan) hipotesis. Informasi yang didapat dari hasil forecasting dapat mendukung pengambilan keputusan dan menentukan arah kebijakan. Sedemikian pentingnya sehingga seringkali para analis cenderung berhati-hati dalam menyatakan pendapatnya. Biasanya mereka “membentengi” statement mereka dengan berbagai asumsi, caveat, disclaimer, maupun berbagai prasyarat atau kondisi yang dapat melindungi dan menghindarkan mereka dari tudingan kesalahan.
Permodelan Matematis
Sebelum suatu model (misalnya ordinary least squares/OLS yang merupakan bentuk paling standar dari model estimasi) dapat dianggap layak sebagai alat forecasting, sebelumnya harus memenuhi ketentuan teknis uji statistik (antara lain uji T, uji F, uji Z, normalitas Jarque-Berra, Durbin Watson, stokastik, Break Test) dan persyaratan yang lebih jamak dikenal dengan uji asumsi klasik (autokorelasi, multikolinearitas, dan heteroskedastisitas) setelah itu terdapat pengujian lanjutan sebagai prasyarat validitas model yang memakai data time-series seperti uji akar unit, stasioneritas, dan kointegrasi. Suatu model yang gagal memenuhi persyaratan ini masih bisa dimanipulasi atau diobati dengan perbaikan pada model misalnya dengan menambah jumlah variabel, meningkatkan jumlah sampel, mengubah dalam bentuk logaritma, transformasi ke persamaan diferensial (first/second difference), memasukkan metode baru seperti autoreggresive, moving average maupun kombinasi keduanya.
Begitu ketatnya berbagai persyaratan tersebut menyebabkan tidak semua data set dapat diolah dalam suatu model persamaan ekonometrik misal data yang frekuensinya terlalu sedikit atau memiliki pola/kecenderungan tertentu. Saat ini, dengan pesatnya kemajuan ilmu matematika dan teknologi komputasi, berbagai varian metode selain OLS menghiasi berbagai tulisan di jurnal-jurnal ilmiah. Catatan: dengan segala hormat kepada hak cipta segala bentuk referensi, catatan kaki, formula, dan persamaan sengaja tidak saya muat disini.
Peramalan Mundur
Salah satu metode yang diajarkan di bangku kuliah untuk menguji kehandalan suatu model dalam forecasting adalah dengan menerapkan instrumen peramalan dengan data yang sebenarnya sudah tersedia secara historis atau lebih familiar dikenal sebagai peramalan mundur alias “backcasting”. Gambar berikut menunjukkan hasil backcasting dengan metode persamaan simultan untuk berbagai indikator makroekonomi yang umumnya menjadi bahan tulisan skripsi mahasiswa.
Garis merah pada grafik diatas menunjukkan data historis yang tersedia untuk dibuktikan dengan data hasil simulasi forecasting (warna biru). Kumpulan grafik diatas menunjukkan kesesuaian antara perhitungan model forecasting dengan realitas. Dari sini, seseorang dapat mereplikasi model/persamaan yang telah digunakan untuk kepentingan sebenarnya. Salah satu obyek yang seringkali dianalisis secara forecasting adalah pertumbuhan ekonomi. Bahkan beberapa universitas atau institusi publik cukup sering menyelenggarakan sayembara karya tulis untuk menebak besaran ekonomi suatu negara dalam waktu tertentu.
Meramal Indonesia
Dalam salah satu tugas kuliah saya di modul “Macroeconomic Analysis” pernah melakukan analisis forecasting terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dapat diperiksa disini. Menggunakan analisis sangat sederhana, hasil yang didapat lumayan mengejutkan (“…diperlukan 39 tahun lagi agar pendapatan masyarakat Indonesia menjadi seperti Singapura saat ini…”) namun hasil ini ternyata tidak lebih mengejutkan dari keluaran lembaga-lembaga seperti Pricewaterhouse Coopers, Goldman Sachs, IMF, maupun berbagai institusi lainnya.
Dengan menggunakan data dasar yang umum digunakan serta metode yang terdapat dalam textbook dan materi kuliah, tidak sulit rasanya untuk mengaplikasikan model peramalan suatu perekonomian. Apalagi didukung dengan semakin canggihnya permodelan matematis yang terdapat dalam berbagai jurnal ilmiah dan dukungan software paket statistik yang mampu melakukan perhitungan kompleks serta makin mudahnya akses untuk mendapatkan sumber data.
Pelaku bisnis, masyarakat, akademisi, dan pemerintah menggunakan model peramalan terutama untuk menentukan arah dan strategi pembangunan sebagaimana dituangkan dalam berbagai dokumen perencanaan, janji politik, maupun dokumen strategis lainnya. Hasil peramalan akan berperan besar dalam menentukan alokasi sumber daya yang diperlukan guna mencapai tujuan.
Perkiraan Perekonomian Indonesia Masa Depan
Perekonomian Indonesia memang cukup menarik untuk ditinjau dan dianalisis, termasuk forecasting. Sebagai satu-satunya negara anggota ASEAN yang menjadi representatif G-20, Indonesia sudah mulai dianggap sebagai salah satu pemain yang dapat memberikan pengaruh ke perekonomian global. Apakah berbagai hasil model forecasting tersebut dapat dijadikan pegangan bahwa Indonesia memiliki masa depan yang cerah sebagaimana halnya adagium Jawa klasik “gemah ripah loh jinawi tata titi tenterem kerta raharja”? (Bersambung)
No comments:
Post a Comment