27 December 2011

Kelas Menengah di Indonesia (bag 2)

Tahun 2011 segera berakhir berganti menjadi tahun 2012, yang didalam sebuah film dijadikan sebagai akhir dunia. Banyak perbincangan atas film ini dan bahkan menjadi gossip yang mengkhawatirkan di kala itu. Tahun 2011 sendiri menjadi salah satu tahun yang cukup penting bagi Indonesia. Tahun dimana kelas menengah di Indonesia berkembang cukup pesat. Dimana di tahun pasca krisis (1999) jumlah kelas menengah di Indonesia hanya sebanyak 45 juta orang. Jumlah ini meningkat tajam menjadi 134 juta jiwa di akhir tahun 2010.

China dan India pun mengalami booming kelas menengah yang cukup besar selama satu decade terakhir. Menurut Sudarsono , jumlah kelas menengah di kedua Negara ini mencapai antara 300 – 350 juta orang di masing-masing Negara tersebut. Sedangkana sebanyak 700 juta orang lebih baik di India maupun di China masih berkutat dengan kemiskinan dan kurangnya fasilitas publik yang layak guna mendukung kelayakan hidup mereka.

Tentu saja hal ini tidak lain karena adanya dorongan dari perkembangan ekonomi Indonesia yang cukup tinggi, dimana sejak tahun 2000, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai lebih dari 5% setiap tahunnya. Sayangnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia sendiri masih didominasi konsumsi yang mencapai 70 persen dibandingkan dengan sektor produksinya.Inilah yang cukup mengkhawatirkan bagi Indonesia, karena pertambahan jumlah kelas menengah yang cukup cepat tanpa dibarengi dengan kapasitas produksi yang memadai hanya akan meningkatkan konsumsi masyarakat yang lebih tinggi.
Dan memang, nampaknya hal inilah yang sedang terjadi saat ini. Kelas menengah di Indonesia sedang menikmati pemenuhan kebutuhan keduanya setelah kebutuhan primer mereka. Tidak lagi memikirkan kebutuhan sandang pangan, kelas menengah disibukkan dengan pemenuhan kebutuhan semacam hiburan, lifestyle, dan pemenuhan akan gadget (yang sebenernya bisa dikategorikan sebagai lifestyle) dan kendaraan.
Semua inipun bisa dicerminkan dengan kondisi di beberapa kota besar di Indonesia dengan pusatnya adalah Jakarta (tentu saja). Dengan pembagian kelas menengah ke dalam tiga golongan, pemenuhan kebutuhan akan hiburan pun dapat dipilah sesuai kategori mereka sendiri.

Hiburan

Kelas menengah tentu saja sangat haus akan hiburan guna mengatasi kejenuhan mereka dalam perjuangannya untuk mencapai dan mempertahankan posisi mereka di dalam kelas menengah. Hiburan paling sederhana adalah program televisi. Kurang dengan penyajian televisi yang umum ada saat ini, kelas menengah umumnya akan mengkonsumsi program tv berbayar yang menyajikan tayangan dari seluruh mancanegara. Harga yang dibayarkan pun tidak terlalu mahal untuk satu bulan, berkisar antara Rp 150 rb hingga 350 rb per bulan. Yang lebih asik, tentu saja nonton di bioskop untuk film-film terkini.



Yang lebih tinggi lagi adalah hiburan seperti clubbing, karaoke dan panti pijat yang menyediakan berbagai fasilitas. Berbagai forum pun banyak membahas 3 hiburan ini. Dari yang memang hanya untuk sekedar melepas lelah hingga yang bisa dibilang hiburan plus-plus yang mungkin juga menyediakan “jasa tambahan”. Harga yang ditawarkan antara satu lokasi dengan lokasi lainpun cukup beragam. Kalau karaoke bisa ditanggung secara bersama, berbeda dengan pijat maupun clubbing yang semuanya harus ditanggung sendiri. Mereka yang menjadi pekerja kelas menengah ataslah yang mampu untuk memenuhi kebutuhan akan hiburan ini. Harga yang ditawarkanpun antara 400 rb hingga 2 juta rupiah tergantung pesanan.




Gadget dan Lifestyle

Gadget dan pemenuhan lifestyle nampaknya juga menjadi salah satu target konsumsi para pekerja kelas menengah setelah pemenuhan akan kebutuhan primer mereka terpenuhi. Seperti yang terjadi beberapa bulan terakhir ini, dengan adanya peluncuran perdana dua jenis telepon genggam golongan smartphone di mall pacific place. Antrian di kedua jenis acara peluncuran ini tidak tanggung-tanggung. Layaknya antrian sembako, para pengantri sudah melakukan antrian sejak hari sebelum hari H peluncuran kedua produk ini. Meski harga kedua jenis gadget ini dibandrol cukup tinggi, BB dibandrol setengah harga dari harga seharusnya (sekitar 4 jutaan) dan Samsung Galaxy Tab dibandrol dengan harga 5 jutaan, namun animo masyarakat untuk mendapatkan kedua gadget sungguh mencengangkan.




Tab yang dijatah 1000 unit, langsung habis dalam waktu kurang dari satu jam sejak dibukanya counter, sedangkan antrian untuk mendapatkan BB mengalami kericuhan dengan (kurang lebih) 90 orang harus dievakuasi dari antrian, dimana seorang diantaranya mengalami patah tulang lengan kanan. Artinya, daya beli masyarakat di Indonesia pun cukup diperhitungkan oleh para produsen di dunia. Bahwa kelas menengah di Indonesia merupakan target empuk untuk pemasaran mereka. Stasiun TV BBC juga menggarisbawahi hal ini, dengan liputan mereka tentang Indonesia sebagai Blackberry nation.

Transportasi

Kebutuhan akan moda transportasi menjadi krusial saat ini di Indonesia. Dengan buruknya jasa layanan transportasi di Indonesia, kendaraan pribadi menjadi salah satu alternative yang potensial bagi kalangan pekerja kelas menengah. Dalam launching Indonesia Quarterly Economic Update oleh WB, salah satu pembicara dari Kadin menyebutkan bahwa buruknya moda transportasi di Indonesia menjadi pendorong utama berkembangnya industry otomotif di Indonesia.

Bahkan rasio orang dan kendaraan di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan Malaysia. Bila Indonesia memiliki rasio 7 orang per 1 kendaraan, Malaysia telah memiliki rasio 3 orang per 1 kendaraan. Artinya, dari setiap 7 orang yang hidup di Indonesia, ada satu orang yang memiliki kendaraan bermotor. Dan inilah yang menjadi daya tarik para pekerja kelas menengah yang notabene mencari sesuatu yang baru demi kenyamanan mereka.

Sumber: Youtube, Juwono Sudarsono's blog, infobanknews.com, dan berbagai sumber lain

No comments: