11 September 2011

Konektivitas (Indonesia) Kita



Saya begitu terhenyak ketika membaca buku "Meraba Indonesia" kisah perjalanan satu tahun berkeliling sisi terluar Indonesia. Perjalanan yang dilakukan oleh dua orang sahabat yang sama-sama berprofesi sebagai seorang jurnalis, Ahmad Yunus dan Farid Gaban. Mereka berbagi tugas dalam mendokumentasikan kisah perjalanan mereka, Farid Gaban lebih ke dokumentasi visual dan Ahmad Yunus dalam bentuk tulisan, meskipun Farid juga menuliskannya.

Kekagetan saya bukan karena keindahan alam Indonesia, tapi lebih pada bagaiamana kesulitan mereka untuk berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Indonesia memang luas, sebuah negara yang sangat ambisius dalam pembentukannya. Terdiri lebih dari 17.000 pulau dan membentang dalam 3 bagian waktu. Diperlukan waktu 4 jam perjalanan menggunakan pesawat dari Jakarta ke Papua, 2,5 jam perjalanan dari Jakarta ke Banda Aceh. Dan ternyata Farid Gaban dan Ahmad Yunus memerlukan waktu satu tahun untuk berkeliling batas terluar Indonesia, menggunakan motor Honda Win yang dimodifikasi menjadi motor trail, tentu saja mereka harus berkali kali menggunakan kapal untuk menyeberang ke pulau-pulau terluar. Mereka memang tidak melulu berjalan, tapi juga melakukan eksplorasi untuk mengenal Indonesia secara lebih dalam.


Peta Perjalanan Keliling Indonesia

Dalam buku itu disebutkan bahwa dari Bengkulu menuju ke Pulau Enggano dibutuhkan waktu 12 jam menggunakan Kapal Feri, waktu yang sama bisa ditempuh dari Jakarta ke Surabaya dengan perjalanan darat. Waktu yang hampir sama di perlukan untuk menuju ke kepulauan Mentawai dari Bengkulu, satu malam menggunakan kapal. Jarak yang bisa ditempuh kurang dari satu jam menggunakan pesawat, mungkin inilah kenapa sektor transportasu udara pesat berkembang di Indonesia.

Belum lagi kalau kita bicara tentang Kalimantan yang memiliki daratan yang luasnya naudzubillah, satu provinsi Kalimantan timur, bentangannya bisa mencapai sepanjang pulau Jawa dari ujung barat ke timur. Begitu juga Trans Sulawesi yang membentang membelah dari Sulawesi Selatan ke Sulawesi Utara, dibutuhkan waktu satu minggu perjalanan darat, sangat mungkin lebih dengan kondisi jalanan yang seperti itu, bolong di beberapa tempat.

Di beberapa Provinsi kepulauan, mereka terbiasa menggunakan kapal kecil untuk mobilitas dari satu pulau ke pulau yang lain. Saya pernah mengalami hal tersebut di Maluku Utara, Provinsi ini terdiri dari pulau-pulau kecil yang berdekatan, diperlukan waktu 25 menit untuk menyebrang dari Ternate ke Halmahera Utara dengan kapal boat kecil. Namun untuk menuju ke pulau Bacan dari Ternate diperlukan waktu satu malam menggunakan kapal, itu masih dalam satu provinsi, belum ke Provinsi lain. Saya sering kepikiran bagaimana merawat keutuhan itu semua tanpa konektivitas yang cepat dan nyaman.



Bukan hanya infrastruktur jalan raya yang buruk, alat transportasi kapal yang sangat memprihatinkan, tapi juga pungutan dari aparat ditengah lautan layaknya preman (Ahmad Yunus, hal. 94). Setelah 64 tahun merdeka kondisi ini masih berjalan, pemalakan oleh aparat terhadap rakyat yang bersusah payah menyeberang dari satu pulau ke pulau lain, entah untuk sekedar melancong, bertemu keluarga atau bahkan berdagang untuk menyediakan kebutuhan masyarakat terluar yang menjadi bagian sebuah negara bernama Indonesia. Sehingga seringkali bukan rasa aman yang muncul, bukan rasa nyaman yang diperoleh dari menjadi bagian Indonesia, kondisi inilah mungkin salah satu penyebab munculnya wacana disintegrasi. Bagaimana tidak, ketika infrastruktur transportasi terus diperbaiki di pulau Jawa, mobilitas manusia bagi mereka masih menjadi sebuah perjuangan yang kadangkala harus mempertaruhkan nyawa.

Beberapa wilayah perbatasan darat pun juga memprihatinkan, di Kalimantan ada beberapa daerah yang mulai mengibarkan bendera Malaysia, karena mungkin mereka lebih diperhatikan oleh Malaysia dibanding Indonesia. Mobilitas itu penting, karena mendekatkan, mempererat persaudaraan, melanggengkan hubungan antar kerabat maupun hubungan transaksional (dagang). Kalau mereka lebih mudah bepergian ke Malaysia dibandingkan Indonesia, bukan tidak mungkin mereka akan kelain hati dan menjadi Malaysia, sesuatu yang sangat disayangkan jika terjadi.

World Economic Forum (WEF) membenarkan pemaparan tentang kondisi transportasi laut yang cenderung mandeg tersebut, hal ini terlihat dari kualitas dan fasilitas pelabuhan yang tidak menunjukkan tanda-tanda kemajuan bahkan mengalami penurunan 7 peringkat menjadi peringkat 103 (Media Indonesia, Rabu, 07 September 2011). Suatu hal yang menurut saya menyedihkan mengingat Indonesia adalah negara maritime dan pernah mempunyai angkatan perang laut termashyur pada masa lalu dan juga memiliki penjelajah laut yang terkenal hingga saat ini, sebut saja orang Bugis.

Memang tidak mudah untuk menghubungkan seluruh wilayah di Indonesia, tapi konektivitas itu penting untuk menjaga keutuhan wilayah Indonesia. Pulau Miangas misalnya, salah satu wilayah di Sangarta Laut, menjadi Indonesia karena masyarakatnya menggunakan bahasa yang lekat dengan Indonesia dan ini bisa muncul karena terhubung dengan Indonesia, seringnya interaksi mereka dengan Indonesia, terutama dalam hal perdagangan, untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka.

Sudah 83 tahun sejak bangsa Indonesia mengikrarkan Sumpah Pemuda sebagai bahasa persatuan yang mempersatukan Indonesia, namun hingga saat ini terkesan belum ada kemajuan berarti dalam menterjemahkan makna persatuan itu dalam hal konektivitas antar wilayah di Indonesia yang katanya bersatu ini, atau dengan kata lain belum ada upaya serius untuk merawat republik melalui konektivitas antar wilayah di dalamnya.

Taman Surapati – Rumah Gathel,
Jakarta 11 September 2011

2 comments:

HeruLS said...

Demikianlah, bukti bahwa Indonesia itu adalah suatu proyek terus menerus, namun berjalan lambat.
Andainya kita mengulang rute yang sama dengan dua jurnalis itu, dengan selisih satu tahun saja, saya sakin kita akan mendapat pengalaman yang lain, namun menemukan kondisi yang tidak jauh berbeda.
Masih banyak yang bisa dieksplorasi.
Eh, tapi saya belum baca bukunya. Waktu beredar, saya perjalanan mudik ke kampung yang terletak di pelosok sumatra.
Jalan-jalan yuk.
Salam.
http://heruls,net/

anta said...

indonesia adalah pryek yang berjalan terus menerus, tapi bisa dikatakan lambat di beberapa titik yang 'rawan', terutama perbatasan..
tapi bagaimanapun juga mengunjungi pelosok indonesia selalu membuka mata kita tentang indonesia yang beragam, bukan hanya jawa apalagi jakarta..