30 March 2011

Minutes of Discussion - Konkowiken 11 Maret 2011

Berikut adalah notulensi acara #konkowiken pada 11 Maret 2011 dengan tema : "Peran Migas Terhadap APBN, Energi, & Perekonomian Nasional"
Pembicara: Komaidi (ReforMiner Institute)
Moderator: Ariaganna Henryanto

1. Paradigma Pengelolaan Migas:

a. Ketergantungan APBN terhadap migas besar (dieksploitasi untuk mengejar devisa)

b. Peran migas terhadap bauran energi nasional (energi primer utamanya) cukup besar.

c. Nilai tambah sektor migas terhadap perekonomian nasional belum optimal.


2. Migas dan APBN :

a. Kontribusi penerimaan migas terhadap penerimaan negara sejak awal era Pelita (Pembangunan Lima Tahunan) rezim Orde Baru cukup besar, meskipun ada tren penurunan rasio penerimaan Migas.


b. Orientasi pengelolaan Migas Nasional lebih didasarkan atas “government revenue base”, belum mempertimbangkan aspek “national energy security”

Sumber: Sumber: Departemen ESDM RI

3. Migas dan Energi Nasional
Meski memiliki sumber daya energi yang beragam, untuk diketahui Indonesia mempunyai hamper semua jenis sumber daya energy (diantaranya panas bumi, angin, tenaga matahari, gelombang laut, biofuel dan lain-lain), namun sejak awal pelaksanan pembangunan hingga kini bauran energi nasional didominasi oleh energi fosil utamanya minyak bumi.

Menurut data Bauran Energi Primer (Include Biomass) porsi Crude Oil and Fuel Export/Import: 43,52% (2000) dan 40,27% (2009). Atau dengan kata lain tidak terjadi perubahan signifikan dalam hal bauran energy primer yang masih didominasi oleh Crude Oil. Meskipun terlihat adanya trend penurunan porsi Crude Oil and Fuel Export/Import, sedangkan porsi coal dan natural gas meningkat, namun perubahannya sangat kecil.

Bauran Energi Primer (Include Biomass)
(dalam %)


Sumber: Departemen ESDM RI

Berdasarkan data yang ada, distribusi Konsumsi Energi Final Berdasarkan Jenis Energi, fuel porsi terbesar 63,6% (2000), 51,9%(2009), porsinya menurun tp kecil. Kemudian Natural gas 17,6% (2000), 18,4%(2009), meningkat kecil. Porsi Coal meningkat dari 7,3% (2000) menjadi 12,9 (2009), Porsi Electricity 9,8% (2000) menjadi 12,8% (2009). Secara keseluruhan tidak ada perubahan yang signifikan dari struktur konsumsi energy per jenis sumber energy, meskupun terlihat ada perubahan struktur dari minyak (fuel) ke Natural gas, Coal dan Electricity, namun angkanya masih sangat kecil dan perlu ditingkatkan lagi.

Distribusi Konsumsi Energi Final Berdasarkan Jenis Energi
(dalam %)



Sumber: Departemen ESDM RI


4. Perencanaan & Pemahaman Kekayaan SDA yang keliru

a. Hampir tidak adanya “cetak biru” energi nasional yang berorientasi kepada ketahanan energi nasional adalah dampak dari minimnya perencanaan dan pemahaman yang keliru atas SDA (utamanya migas) yang kita miliki. (Lihat kembali poin 2.b.)

b. Sebagian besar publik (hingga saat ini) meyakini bahwa kita memiliki kekayaan (SDA) migas dalam jumlah yang melimpah. Karenanya, menjadi wajar (logis) jika publik menuntut harga migas domestik “murah”. Padahal Neraca Perdagangan Minyak Nasional menunjukkan nilai Negatif (-)



c. Cadangan Minyak, Gas dan Batubara nasional akan habis dalam waktu kurang dari 50 tahun kedepan. Dilihat dari data yang ada Dengan tingkat produksi saat ini:

 cadangan minyak akan habis dalam 12 tahun ke depan,

 cadangan gas akan habis dalam 32 tahun ke depan,

 cadangan batubara akan habis dalam sekitar +/- 40 tahun ke depan.

5. Migas dan Ekonomi Nasional

a. Terkait motif pengusahaan migas lebih berorientasi terhadap kepentingan finansial jangka pendek (mengejar devisa) dan government revenue base, pada akhirnya optimalisasi nilai tambah sektor migas bukan menjadi prioritas.

b. Kontribusi sektor migas dalam PDB tidak terlalu besar, hanya sekitar 8,27% (sektor pertambangan periode tahun 2009) dan penyerapan tenaga kerja nasional yang relatif minim, hanya 1,1% (2009). Merupakan indikasi kurangnya optimalisasi nilai tambah sektor migas.
Kontribusi Sektor Migas Terhadap PDB Nasional
(dalam %)


Sumber: Bank Indonesia, diolah kembali
NB: Porsi sektor migas terhadap sektor pertambangan sekitar 55 %

Kontribusi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Migas
(dalam %)


Sumber: BPS, disusun kembali

6. Kesimpulan:

a. Perlu adanya “cetak biru” energi nasional yang berorientasi kepada ketahanan energi nasional mengingat cadangan sumber daya energy nasional yang semakin menipis. (cadangan minyak 12 tahun, cadangan gas 32 tahun dan batubara 40 tahun)

b. Bauran energi nasional harusnya semakin heterogen dengan mengoptimalkan peran energy alternative (panas bumi, angin, air, sinar matahari, dll) yang ada di Indonesia.

c. Ketergantungan yang sangat besar terhadap sector migas akan membahayakan bagi ketahanan nasional. Dalam kasus beberapa negara, kenaikan harga BBM bisa memicu demonstrasi masal yang mengarah kepada penggulingan pemerintah yang berkuasa.

d. Untuk kasus Indonesia, dengan kenaikan harga minyak internasional akhir-akhir ini, opsi kenaikan harga BBM bisa menjadi bumerang ditengah menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Ada dua opsi yang sedang dipersiapkan yaitu: pembatasan penggunaan BBM bersubsidi (pembatasan penggunaan premium untuk angkutan umum yang dimulai di Jabodetabek) dan kenaikan harga premium sebesar Rp. 500,-. Opsi kedua terlihat lebih realistis baik dari sisi penghematan yang bisa dicapai dan tidak memerlukan pengawasan lapangan yang cukup merepotkan.

e. Peran Migas dalam APBN cukup besar, namun kontribusi migas terhadap GDP cukup minim, begitu juga dalam penyerapan tenaga kerja, sehingga perlu diupayakan peningkatan nilai tambah sector migas, misalnya dengan membangun kilang-kilang pengolahan sehingga tidak melakukan re-ekspor (mengekspor dalam bentuk mentah dan mengimpor lagi hasil olahan dari negara lain). Meskipun ada beberapa pihak yang mengambil keuntungan dari kondisi ini dari bisnis kapal tanker (rent seeking) dan lain sebagainya. Kondisi ini sangat tidak efisien.

f. Brazil bisa menjadi role model bagaimana merencanakan cetak biru energi nasional dengan mengembangkan biofuel yang telah direncanakan sejak lama dan secara sistematis.

g. Perbaikan sistem politik masih menjadi isu utama untuk mengatasi potensi masalah ketahanan energi dimasa depan, perlu political will yang kuat dan konsisten untuk menyusun dan mengimplementasikan cetak biru energi nasional yang berorientasi pada ketahanan energi nasional.

No comments: