04 February 2011

Perkembangan Kelas Menengah di Indonesia, Prospek ke Depan??

(bagian pertama)

Artikel kompas tulisan Ninuk M. Pambudy pada harian Kompas tanggal 14 Januari 2011 memang sungguh menggelitik. Berjudul ”Kelas menengah, baru sebatas jumlah”, artikel ini mencoba mengulas sebersit perkembangan kelas masyarakat berpendapatan menengah di Indonesia. Dengan menggunakan definisi masyarakat pendapatan kelas menengah dari Asian Development Bank (ADB) yang menyatakan bahwa masyarakat dapat dikelompokan ke dalam kelas menengah bila pendapatan per kapitanya sebesar USD 2 – 20 per hari, artikel ini menunjukkan tingginya perkembangan jumlah masyarakat yang termasuk ke dalam kelas ini.



Berbicara ttg perkembangan, tentu saja tidak bisa dilepaskan dari sejarah Indonesia yang telah menjalani 3 era (tanpa memasukkan era orla), yaitu orde baru, reformasi dan kabinet indonesia bersatu. Pengelompokan ini pun telah dilakukan oleh Shiraishi dalam artikelnya "Technocracy in Indonesia". Lantas apa yang menarik dari ketiga era ini?

1. Kelas menengah telah bertumbuh sejalan dengan perkembangan kondisi politik dan keamanan. Pada akhir era ORBA (1996), jumlah kelas menengah mencapai 68,4 persen dari jumlah penduduk. Jumlah ini secara ekstrim jatuh menjadi hanya 1,17 dan 3,21 persen di tahun 1999 dan 2002 (Era Reformasi). Namun seiring dengan stabilnya kondisi politik dan keamanan, di tahun 2009 (Kabinet Indonesia Bersatu), jumlah ini telah meningkat menjadi 58 persen.

2. Di satu sisi, meski sektor pertanian memiliki share yang tinggi atas jumlah kelas menengah, namun pada kenyataannya, sumbangan sektor ini dalam membentuk PDB telah mengalami penurunan. Pada akhir tahun 1960, sektor ini mampu menyumbang sebesar 30 persen dari PDB, namun jumlah ini turun menjadi 15 persen di tahun 1996 dan terus berlanjut hingga tahun 2009.

3. Meski telah mengalami penurunan yang signifikan, sektor pertanian masih mendominasi porsi kelas menengah di Indonesia mencapai 35 persen di tahun 2009, disusul oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran yang mencapai 24 persen.

Pertanyaan yang mengemuka kemudian adalah apa yang terjadi dengan kelas ini?

Bila ditilik lebih jauh, kelas menengah tahun 1999 banyak didominasi oleh kelas menengah bawah (US$ 2 - 4) mencapai 86 persen dari jumlah masyarakat kelas ini. Proporsi ini mengalami penurunan menjadi 68 persen di tahun 2009, meskipun secara jumlah, kelas ini telah mengalami penggelembungan.

Kelas menengah sendiri banyak didominasi oleh mereka yang memiliki pendidikan SD maupun SMA dimana kombinasi keduanya menyumbangkan 62,4 persen dari jumlah masyarakat kelas menengah. Di sisi lain, mereka

Berdasar fakta ini, hipotesis atas perkembangan kelas ini adalah:
1. Demokrasi belum tentu memberikan dampak positif pada perkembangan jumlah kelas ini. Hal ini tergantung pada stabilitas politik yang dibangun dan kemampuannya dalam mendukung kebijakan ekonomi.

2. Semakin tinggi pendidikan seseorang belum tentu melambungkan masyarakat untuk masuk ke dalam kelas menengah. Pertanyaan yang muncul adalah, bagaimana dengan profil dari kelas atas bedasarkan level pendidikan.

3. Penurunan sumbangan sektor pertanian dalam pembentukan PDB tentu saja menjadi satu hal yang memang harus ditempuh oleh Indonesia. Namun, dengan 35 persen masyarakat kelas menengah bergantung dari sektor ini, penurunan yang lebih dalam dari sektor ini tentu saja akan berakibat buruk pada sektor kelas menengah bila tidak dibarengi dengan upaya meningkatkan kualitas SDM kelas ini.

Nah...lantas bagaimana kondisi kelas menengah ke depan?

No comments: