Dalam tulisan kali ini saya tak akan bertele-tele menjelaskan pentingnya (atau tidak pentingnya) koordinasi. Kali ini saya ingin menilik koordinasi dari konteks yang lebih sempit: koordinasi antar dua individu.
Battle of Sexes
Mempelajari koordinasi antara dua individu (suami-istri, dua teman baik, dst) bisa menjadi pegangan bagi kita yang ingin meninjau koordinasi pada tingkat yang lebih tinggi. Terkait koordinasi dua individu ini ada salah satu permainan (ya, permainan!) yang cukup terkenal dan relevan yang bernama battle of sexes. Kenapa disebut permainan? Sederhana, karena battle of sexes ini memiliki peraturan, strategi, pemain, dan imbalan.
Begini kurang lebih bentuk permainannya: ada dua individu (sebut saja Iwan dan Nungki) yang ingin menonton film serial (Bajaj Bajuri atau Putri yang Ditukar). Sayangnya selera Iwan berbeda dengan Nungki: Iwan lebih suka menonton Bajaj Bajuri (BB) sementara Nungki sudah mengikuti Putri yang Ditukar (PYD) sejak musim pertama. Walau begitu, karena Iwan dan Nungki saling menyayangi satu sama lain, mereka lebih senang bisa menonton film bersama daripada menonton film sendiri-sendiri. Secara sederhana permainan ini bisa digambarkan sebagai berikut:
Dengan sekilas membandingkan berbagai pilihan di atas, pilihan terbaik (misal dari 10 kesempatan dalam sebulan) adalah menonton Bajaj Bajuri 5 kali dan Putri yang Ditukar juga 5 kali. Namun tentu saja Iwan dan Nungki tidak selalu bisa berkoordinasi seperti itu. Terkadang mereka menonton sendiri-sendiri (akibatnya adalah mereka tidak optimal dalam mendapat kebahagiaan).
Nah karena prediksi battle of sexes ini hanya berdasar logika, maka timbul pertanyaan: apakah benar faktanya demikian? Juga muncul pertanyaan lain: andai dimungkinkan koordinasi (satu arah atau dua arah), apakah hasilnya berbeda? Eksperimen berikut akan menjawab dua pertanyaan ini.
Eksperimen
Cooper dkk melakukan studi ini pada tahun 1990-an memakai 165 pasang pemain yang dari tiap pasang secara acak diberi peran sebagai seorang "Iwan" atau "Nungki" untuk kemudian memilih satu dari dua pilihan ("BB" atau "PYD"). Hasil eksperimen adalah sebagai berikut:
- BOS (battle of sexes): ini permainan standar seperti yang dijelaskan di atas. Dari 165 pasang pemain, hanya sekitar 20% (33 pasang) yang memilih strategi optimal (BB-BB atau PYD-PYD), mayoritas (59%) gagal melakukan koordinasi dan memilih untuk "menonton sendiri-sendiri."
- BOS-1W (komunikasi satu arah): sebelum permainan dimulai, peserta yang berperan sebagai Nungki diberi hak untuk mengutarakan pilihannya (yaitu PYD). Hasil menunjukkan koordinasi satu arah semacam ini secara drastis meningkatkan pilihan pada PYD-PYD hingga 96%.
- BOS-2W (komunikasi dua arah): kali ini sebelum permainan dimulai, "Iwan" maupun "Nungki" boleh berkomunikasi atau bernegosiasi sesuka mereka. Hasilnya... Kegagalan koordinasi tetap pada tingkat yang tinggi (42%).
Ilusi koordinasi?
Eksperimen di atas (dan berbagai eksperimen lainnya tentang koordinasi seperti studi oleh Dani Rodrik atau Rimawan Pradiptyo) menunjukkan sulitnya koordinasi dilakukan bahkan pada level individu.
Satu hal yang menarik untuk disebutkan di bagian penutup ini adalah bagaimana komunikasi satu arah ternyata lebih efektif dari komunikasi dua arah. Dengan kata lain: "mendikte" pasangan kita terkadang berujung pada pilihan optimal. Dan tentunya tiap pasangan harus melakukan koordinasi untuk menentukan siapa dan kapan seseorang harus mendikte, ha!